Halaman

Jumat, 20 Mei 2011

Secangkir Kopi

Sekelompok alumni Universitas Notre Dame, pergi bersama mengunjungi dosen mereka. Semuanya telah memiliki karir yang mapan. Pembicaraan segera beralih ke keluhan seputar hidup dan karir mereka.
Menawarkan kopi pada tamunya, sang dosen pergi ke dapur dan kembali dengan kopi satu teko penuh dan berbagai bentuk cangkir - porselin, plastik, gelas dan beberapa cangkir bagus, mahal dan berkelas. Kemudian, meminta mereka semua mengambil kopi sendiri.
Saat semua murid telah memegang masing-masing cangkir di tangannya, sang dosen berkata: “Jika kalian perhatikan, semua cangkir yang tampak bagus dan mahal diambil, membiarkan cangkir lainnya yg jelek dan murahan. Jika selalu mengambil yang terbaik normal bagi kalian, itulah summber masalah dan stress kalian. Apa yang paling kalian inginkan adalah kopi, tetapi secara tak sadar kalian memilih cangkir yang terbaik dan melirik ke cangkir orang lain.”
“Sekarang, jika hidup adalah kopi, kemudian pekerjaan, uang dan posisi di masyarakat adalah cangkirnya. Itu adalah alat untuk memegang dan mengontrol hidup, namun kualitas hidup itu sendiri tidak akan berubah,” ujar sang dosen.
“Kadang-kadang, dengan konsentrasi hanya pada cangkirnya, kita sering lupa menikmati kopi yang ada di dalamnya.”

Tidak ada komentar: